I. PENDAHULUAN
Siklus ekonomi tanaman karet yang panjang (25-30 tahun) dengan masa tanaman belum menghasilkan 5-6
tahun, mendorong langkah industri perkaretan untuk menguji dan
memodifikasi teknologi untuk memperoleh periode pengembalian modal
investasi yang lebih cepat. Masa TBM merupakan fase
tanaman yang membutuhkan tindakan pemeliharaan secara intensif dan
penggunaan biaya investasi yang lebih besar dibandingkan dengan
pemeliharaan pada tanaman menghasilkan (Suhandi, 2009; Sumarmadji, dkk., 2009).
Masa TBM pada tanaman karet didefinisikan sebagai masa dari sejak
penanaman bahan tanam di lapangan sampai tercapainya kriteria matang
sadap. Matang sadap tanaman karet secara teknis
dicapai apabila lilit batang pada ketinggian 1 meter dari pertautan
okulasi telah mencapai 45 cm dengan ketebalan kulit minimal 7 mm. Pada kondisi ini status tanaman karet berubah dari tanaman belum menghasilkan (TBM) ke tanaman menghasilkan (TM) dengan syarat minimal 60% dari populasi tanaman di kebun telah matang sadap (Setyamidjaja, 1993).
Usaha budidaya memperpendek masa TBM yang
diantaranya adalah penggunaan bibit prima, bokor kecrok, pemupukan yang
optimal, dan menejemen percabangan merupakan usaha untuk mempercepat pertumbuhan lilit batang, menjaga keseragaman pertumbuhan tanaman dan mempertahankan populasi tanaman di kebun tetap optimal sehingga bukan hanya kriteria matang sadap tanaman saja yang dicapai tetapi juga kriteria matang sadap kebun.
Tingkat pemeliharaan tanaman pada masa tersebut sangat berpengaruh
terhadap lamanya masa TBM. Menurut Pusat Penelitian Karet (2009),
keuntungan masa TBM yang
singkat (3,5 – 4 tahun) adalah biaya pengeluaran dapat diminimalisasi
dan meningkatkan pendapatan dalam budidaya tanaman karet sebagai
komoditi yang menguntungkan. Untuk mencapai keadaan tersebut diperlukan
pemeliharaan yang optimum dalam budidaya tanaman karet. Pemeliharaan
yang optimum merespon pertumbuhan lilit batang tanaman karet yang belum
menghasilkan adalah sebesar 29%, sedangkan pada tanaman menghasilkan dapat meningkatkan produksi sebesar 15-25%.
Unit Usaha Padang Pelawi adalah salah satu unit usaha Perseroan Terbatas
Perkebunan Nusantara VII yang bergerak dibidang usaha budidaya dan
pengolahan tanaman karet. Beberapa tindakan telah
dilakukan pada masa TBM di unit usaha ini seperti penggunaan bibit
karet prima, perlakuan menejemen percabangan, bokor kecrok, dan
pemupukan yang berimbang, serta ditunjang oleh agroklimat yang optimal telah terbukti mampu mempercepat tercapainya matang sadap tanaman karetnya.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
a. Mengetahui langkah budidaya yang dapat dilakukan sebagai upaya mempercepat tercapainya matang sadap.
b. Mengetahui sejauh mana langkah budidaya tersebut mampu mempercepat tercapainya matang sadap.
1.3 Kerangka Pemikiran
Usia TBM tanaman karet yang umumnya mencapai 5
sampai 6 tahun membutuhkan biaya pemeliharaan yang cukup besar. Biaya
pemeliharaan yang cukup besar ini perlu ditekan untuk meminimalisasi
investasi yang dikeluarkan sekaligus meningkatkan keuntungan yang akan
diperoleh dalam usaha budidaya tanaman karet. Hal ini dapat dilakukan
dengan menerapkan teknik budidaya yang dapat mempercepat pertumbuhan
lilit batang dan ketebalan kulit tanaman. Teknik budidaya yang dimaksud
adalah penggunaan bibit karet prima, perlakuan menejemen percabangan,
bokor kecrok, dan pemupukan yang berimbang. TBM lebih besar
dibandingkan pemeliharaan masa TM. Teknik-teknik budidaya ini telah
diterapkan di PTPN VII Unit Usaha Padang Pelawi, Bengkulu dan diperoleh
usia tanaman karet belum menghasilkan hanya 39 bulan.
PB 260 Umur 28 bulan di Bangun Selamat, Kuala Beringin, Sumut
1.4 Kontribusi
Kontribusi yang diharapkan dari laporan ini adalah sebagai salah satu acuan dan bahan pertimbangan pembaca khususnya petani karet rakyat dalam upaya mempercepat tanaman karet berproduksi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bibit Karet Prima
Bibit karet prima adalah bibit karet klonal yang diperoleh dari hasil okulasi antara batang bawah dan mata entres dari klon unggul yang dipersiapkan di pembibitan dan dipelihara dengan proses budidaya yang benar. Bibit karet prima yang siap tanam umumnya merupakan bibit polibag yang telah memiliki dua hingga tiga payung daun (Wibawa, dkk., 2008).
Klon PB. 260 merupakan salah satu klon anjuran untuk
batang atas. Klon ini memiliki pertumbuhan yang jagur dengan sifat
metabolisme yang tinggi sehingga pada usia 4 tahun mampu mencapai lilit
batang 45 cm dan ketebalan kulit 6,3 mm. Selain itu, potensi produksi
klon PB. 260 cukup tinggi, yaitu rata-rata 1.063 kg karet kering tiap
hektar tiap tahun. Namun demikian, klon PB. 260 memiliki kelemahan
yaitu kurang tanggap terhadap stimulan (Daslin, 2009).
2.2 Bokor Kecrok
Bokor kecrok adalah salah satu perlakuan dalam menejemen akar tanaman karet yang dilakukan dengan mencangkul bokoran tanaman sedalam 10 cm, lebar 20 cm melingkar pohon tegak lurus dibawah kanopi daun bagian luar. Kegiatan ini bertujuan
memperbaiki aerasi tanah dan merangsang pertumbuhan akar lateral.
Bokor kecrok juga berpengaruh terhadap efektivitas pemupukan. Hal ini terjadi karena tanah yang terangkat saat pembokoran digunakan sebagai penutup pupuk yang diletakan pada lubang di lingkar kanopi tanaman yang dibokor kecrok. Dengan cara demikian, penguapan pupuk dapat ditekan, sehingga penyerapan unsur hara oleh tanaman menjadi optimal. Untuk lebih jelasnya, perlakuan bokor kecrok dapat dilihat pada Gambar 1.
Bokor kecrok dan pemupukan adalah suatu kesatuan perlakuan dalam
menejemen akar sebagai upaya optimalisasi pertumbuhan akar dan
penyerapan unsur hara oleh tanaman. Perlakuan bokor kecrok diharapkan
mampu memutus akar lateral tanaman sehingga merangsang pertumbuhan
akar-akar baru yang sangat responsif terhadap unsur hara. Perlakuan
bokor kecrok harus diikuti oleh pemupukan tanaman, sehingga sifat
responsivitas akar-akar lateral terhadap unsur hara terpenuhi. Pemupukan
dilakukan 1-3 hari setelah bokor kecrok. Tujuannya adalah agar tanah
yang akan digunakan sebagai penutup pupuk tidak menimbun lubang bokoran
yang telah dibuat karena erosi air hujan.
Klon yang tergolong quick starter (QS) seperti PB. 260, PB. 280, PB. 320 dan IRR 10 memiliki sifat metabolisme yang tinggi dapat dipacu pertumbuhan akarnya dengan perlakuan bokor kecrok dan pemupukan yang sesuai prosedur.
Pertumbuhan akar tanaman pada umumnya selalu diimbangi dengan
pertumbuhan bagian tanaman lainnya seperti pertumbuhan batang dan
kanopi.
2.3 Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu tindakan dalam agro-management untuk
menunjang keberhasilan usaha perkebunan, meningkatkan produktivitas
tanaman, mengembalikan unsur hara yang terangkut keluar, menjaga
kesehatan tanaman, dan memelihara kesuburan tanah yang berkelanjutan.
Biaya pemupukan merupakan biaya yang cukup tinggi dalam pemeliharaan
tanaman, bisa mencapai 40-60%. Oleh karena itu, pemupukan harus menjadi
perhatian utama dan dilakukan seefektif dan seefisien mungkin dengan
memperhatikan jenis pupuk, dosis, waktu, cara, dan kondisi areal yang
akan dipupuk (PT. Perkebunan Nusantara VII, 2004).
Tujuan utama pemupukan adalah menjamin ketersediaan hara secara optimum
untuk mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil
panen. Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan
pupuk dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan cara dan pada waktu
yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman
tersebut. Efisiensi pemupukan dapat ditaksir berdasarkan kenaikan bobot
kering atau serapan hara terhadap satuan hara yang ditambahkan dalam
pupuk tersebut (Sagala, 2009).
Pada budidaya tanaman karet, penambahan hara dengan cara pemupukan
secara teratur, terbukti dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman dan
peningkatan produksi. Respon pemupukan pada pertumbuhan lilit batang
tanaman karet yang belum menghasilkan adalah sebesar 29%, sedangkan pemupukan pada tanaman menghasilkan dapat meningkatkan produksi sebesar 15-25% (Istianto dan Nugroho, 2009).
Menurut Siagian, Pasaribu, dan Sohirin (2001),
pemupukan yang tepat dapat mempersingkat masa TBM selama 6 bulan atau
meningkatkan pertumbuhan hingga 30%. Biaya pemupukan TBM menempati
urutan pertama dibandingkan dengan biaya pemeliharaan lainnya, karena
itu pemupukan memerlukan persiapan dan program yang cermat. Respon
tanaman terhadap pemupukan pada masa TBM jauh lebih besar dibandingkan
pada masa TM.
Pemupukan sebaiknya dilakukan 1-3 hari setelah bokor
kecrok. Tujuannya adalah agar tanah yang akan digunakan sebagai penutup
pupuk tidak menimbun lubang pada lingkar kanopi yang telah dibuat
karena erosi air hujan.
Biaya pemupukan menempati urutan kedua setelah biaya panen. Biaya
pemupukan cenderung semakin mahal, namun tetap harus dilaksanakan karena
terbukti bahwa pemupukan pada TBM mampu meningkatkan pertumbuhan hingga
30% dan pada TM mampu meningkatkan produksi hingga 24% (Istianto dan
Nugroho, 2009).
2.4 Menejemen Percabangan
Pada tanaman karet, sistem percabangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Penunasan dan induksi percabangan yang salah, dapat menyebabkan tanaman terlambat mencapai kriteria matang sadap, peka terhadap terpaan angin, dan tingkat pertumbuhan gulma pada areal pertanaman cukup tinggi.
Dalam menejemen percabangan tanaman karet, dikenal 2 kegiatan penting yaitu penunasan dan induksi percabangan.
1. Penunasan (prunning)
Menurut Siagian, dkk. (2001), penunasan adalah
kegiatan membuang tunas cabang dan tunas yang tumbuh dari batang bawah
sepanjang 2,8 – 3,0 meter. Tujuan dilakukannya penunasan adalah untuk
mendapatkan bidang sadap yang mulus dan baik. Tunas dibuang hingga tidak ada lagi bekas yang tersisa dan dilakukan sedini mungkin pada saat jaringan belum mengayu yakni usia 2-4 minggu dari awal tumbuhnya tunas.
Lebih lanjut Muda (2007), menjelaskan bahwa
menunas tanaman karet adalah kegiatan membuang tunas yang tumbuh
sebelum ketinggian 250 cm. Hal ini dimaksudkan agar fotosintat lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan diameter batang utama, sehingga lilit batang cepat membesar dan diperoleh bidang sadap yang rata.
Pada perkebunan besar nasional, perkebunan swasta dan perkebunan rakyat,
biasanya tunas cabang yang tumbuh pada tanaman muda segera dibuang dan
dipotong dengan frekuensi 2-4 minggu sekali. Tujuannya untuk memperoleh
bidang sadapan yang rata dan baik. Pada sistem penunasan secara
bertahap dan terkendali, cabang-cabang tersebut dibiarkan tumbuh untuk
beberapa waktu sampai mempunyai beberapa tingkat payung (Prasetya,1997).
Tunas yang tumbuh pada ketiak daun seperti yang
ditunjukkan gambar 2.(a), menyerap fotosintat lebih banyak dibandingkan
dengan yang digunakan untuk pertumbuhan lilit batang. Tunas inilah yang
harus dibuang dalam upaya mempercepat tercapainya kriteria matang
sadap. Pembuangan tunas harus sedekat mungkin dengan batang,
hingga tidak ada bekas tunas yang tersisa dan sedini mungkin yaitu pada
usia 2-4 minggu dari awal tumbuhnya tunas, seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.(b), tujuannya agar bidang sadap tanaman tetap mulus dan
tidak dipenuhi oleh sisa tunas yang mengayu.
2. Induksi percabangan (branch induction)
Pada tanaman karet muda sering dijumpai tanaman yang tumbuhnya meninggi tanpa membentuk cabang. Tanaman seperti ini pertumbuhan batangnya lambat sehingga terlambat mencapai matang sadap. Selain itu,
pada bagian ujungnya mudah dibengkokkan oleh angin, akibatnya akan
tumbuh tunas cabang secara menyebelah, sehingga tajuk yang terbentuk
tidak simetris. Keadaan cabang seperti tersebut di atas akan sangat
berbahaya karena cabang mudah patah bila ada angin kencang. Ketinggian
cabang yang dikehendaki umumnya antara 2,5 - 3 meter
dari atas pertautan okulasi. Bagi klon-klon yang pertumbuhan cabangnya
lambat dan baru terbentuk di atas ketinggian tiga meter, perlu
dilakukan perangsangan untuk mempercepat pembentukan cabang agar tajuk
tanaman lebih cepat terbentuk (Sagala, 2009).
Beberapa klon lambat membentuk percabangan yang disebabkan oleh sifat dominasi pertumbuhan tanaman (dominasi apikal) yang sangat kuat. Dominasi apikal mendorong pertumbuhan tunas yang ada dipucuk tanaman (tunas terminal) tapi menghambat pertumbuhan tunas yang ada di ketiak daun (tunas lateral)
sehingga menyebabkan tanaman tinggi dan kurus. Untuk tanaman seperti
itu diperlukan induksi percabangan. Tujuan induksi cabang adalah
mempercepat pertumbuhan lilit batang dan mengurangi kepekaan pohon
terhadap angin (Siagian, dkk., 2001).
Menurut Setyamidjaja (1993), tujuan dari
perangsangan percabangan adalah untuk mendorong tanaman bercabang pada
ketinggian yang dikehendaki, untuk memperoleh cabang sesuai dengan yang
diperlukan agar tanaman memiliki mahkota yang baik (rimbun) sehingga
proses fotosintesis dapat berlangsung secara optimal, dan untuk menambah
kesuburan pertumbuhan tanaman dan memperoleh pertumbuhan yang rimbun.
Induksi percabangan dapat dilakukan dengan melakukan pemangkasan daun (clipping), penyanggulan (folding), dan pemenggalan batang (topping).
a. Pemangkasan daun (clipping)
Pemangkasan daun dilakukan dengan cara memotong tangkai daun pada payung daun teratas dan disisakan 3-4 tangkai daun yang paling ujung. Pemangkasan daun dilakukan
pada saat payung daun teratas masih berwarna kuning kemerahan sampai
dengan hijau muda yang dimulai pada ketinggian 2,8 meter diatas
pertautan okulasi. Keberhasilan pemangkasan daun membentuk membentuk percabangan dapat mencapai 75-80%.
b. Penyanggulan (folding)
Menurut PT. Perkebunan Nusantara VII (2007), penyanggulan adalah suatu teknik perlakuan dalam rangka pengelolaan percabangan pada TBM karet yang bertujuan merangsang pertumbuhan cabang dan daun, menekan pertumbuhan batang kearah atas (longitudinal), meningkatkan pertumbuhan lilit batang (transversal). Penyanggulan dilakukan dengan cara melipat
daun dewasa pada payung teratas secara berkelompok (6 s/d 8 helaian
daun) kearah pucuk tanaman menyerupai sanggul, kemudian lipatan tersebut
diikat dengan tali karet. Dengan demikian titik tumbuh pada pucuk
terminalnya mati, sehingga batang utama menjadi tidak dominan. Keberhasilan cara sanggul lebih tinggi dibandingkan cara pemangkasan daun (Siagian, dkk., 2001).
c. Pemenggalan batang (topping)
Dengan sistem penunasan dan induksi percabangan pertumbahan lilit batang akan lebih cepat, sehingga usia tanaman belum menghasilkan lebih pendek. Selain itu,
tindakan ini dapat mencegah tanaman karet doyong dan tumbang. Dengan
demikian, tindakan penunasan dan induksi percabangan dapat menghemat
biaya pemeliharaan dan mempercepat tanaman berproduksi (PT. Perkebunan Nusantara VII , 2007).
III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan dan pengamatan upaya mempercepat tercapainya kriteria matang sadap tanaman karet dilakukan pada tanggal 12 Maret sampai dengan 28 April 2011 di Afdeling II PTPN VII Unit Usaha Padang Pelawi, Bengkulu.
3.2 Bahan dan Alat
Alat yang digunakan antara lain cangkul, pisau pemotong, roll meter, karung, skop, takaran pupuk, kalkulator, tangga, tongkat mal berukuran panjang 250 cm.
Bahan yang digunakan dalam pemupukan antara lain pupuk ZA, TSP, KCl,
Kieserit. Untuk penyanggulan hanya digunakan tali raffia sebagai
pengikat.
3.3 Pelaksanaan Kegiatan
Upaya mempercepat tercapainya matang sadap tanaman karet
yang berasal dari penggunaan bibit prima di PTPN VII Unit Usaha Padang
Pelawi Bengkulu dilakukan dengan menerapkan teknik bokor kecrok,
pemupukan dan menejemen percabangan.
A. Bokor kecrok
Rangkaian kegiatan bokor kecrok adalah sebagai berikut :
1. Membersihkan barisan tanaman dari gulma dan sulur tanaman LCC yang merambat.
2. Setelah barisan tanaman bersih, bokoran tanaman karet dikecrok (dicangkul) melingkar dengan kedalaman 10 cm dan lebar 20 cm.
3. Tanah hasil kecrokan digunakan untuk tempat peletakan pupuk saat aplikasi.
4. Pelaksanaan bokor kecrok dilakukan 1-4 hari sebelum pemupukan.
5. Rotasi bokor kecrok sama dengan rotasi pemupukan yaitu 4-6 kali tiap tahun.
B. Pemupukan
Rangkaian kegiatan dalam pemupukan adalah sebagai berikut :
1. Sebelum pemupukan, harus dilakukan penyiangan gulma pada barisan tanaman karet.
2. 1-4 hari sebelum pemupukan, piringan tanaman dibokor kecrok.
3. Apabila pupuk yang diaplikasikan adalah pupuk tunggal, maka terlebih dahulu dilakukan pencampuran pupuk.
4. Pupuk diaplikasikan dengan cara ditaburkan melingkar pada piringan tanaman yang telah dibokor kecrok.
Tabel 1. Letak tabur pupuk pada tanaman karet belum menghasilkan
| |
Umur Tanaman (tahun)
|
Jarak dari pohon (cm)
|
0-1
|
30-50
|
2-3
|
50-100
|
4-5
|
100-150
|
5. Pupuk diletakkan pada jarak sesuai dengan umur tanaman seperti tertera pada Tabel 1.
6. Tanah hasil dari bokor kecrok digunakan sebagai penutup pupuk untuk meminimalisasi kehilangan pupuk karena penguapan.
7. Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis dan rotasi seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Dosis pemupukan tanaman belum menghasilkan
| |||||||||
TBM ke-
|
Bulan
|
gram/pohon/aplikasi
|
Jumlah (gram)
| ||||||
ZA
|
SP 36
|
MOP
|
Kieserit
| ||||||
I
|
Januari
|
40
|
15
|
15
|
5
|
75
| |||
Februari
|
50
|
25
|
15
|
5
|
95
| ||||
Maret
|
60
|
25
|
20
|
10
|
115
| ||||
Mei
|
80
|
25
|
20
|
10
|
135
| ||||
September
|
80
|
30
|
30
|
10
|
150
| ||||
November
|
90
|
30
|
30
|
10
|
160
| ||||
II
|
Januari
|
70
|
30
|
20
|
10
|
130
| |||
Maret
|
80
|
30
|
30
|
10
|
150
| ||||
Mei
|
100
|
30
|
50
|
20
|
200
| ||||
September
|
100
|
50
|
50
|
15
|
215
| ||||
November
|
100
|
60
|
50
|
20
|
230
| ||||
III
|
Januari
|
100
|
40
|
50
|
15
|
205
| |||
Maret
|
125
|
50
|
50
|
20
|
245
| ||||
Mei
|
150
|
60
|
75
|
25
|
310
| ||||
Oktober
|
150
|
75
|
100
|
40
|
365
| ||||
IV
|
Januari
|
125
|
40
|
75
|
15
|
255
| |||
Maret
|
150
|
50
|
75
|
20
|
295
| ||||
Mei
|
175
|
60
|
100
|
25
|
360
| ||||
Oktober
|
175
|
75
|
125
|
40
|
415
| ||||
Sumber : PT. Perkebunan Nusantara VII, 2007.
C. Menejemen percabangan
Manajemen percabangan dapat dilakukan dengan 4 metode, yaitu pemangkasan daun, penyanggulan, pemenggalan batang dan penunasan.
Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Di
PTPN VII Unit Usaha Padang Pelawi Bengkulu, hanya digunakan 3 metode menejemen percabangan yaitu penyanggulan, pemenggalan batang, dan penunasan.
1. Penyanggulan (folding)
Tanaman karet belum menghasilkan yang tingginya telah mencapai lebih kurang 250 cm dan belum membentuk percabangan disanggul dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut :
a. Mengukur tanaman dengan tongkat mal setinggi 250 cm, apabila tingginya telah melebihi tinggi tongkat mal, maka tanaman siap disanggul.
b. Siapkan tangga kaki tiga untuk memudahkan pekerja dalam melakukan penyanggulan.
c. Melipat daun dewasa pada payung teratas secara berkelompok (6-8 helaian daun) ke arah ujung menyerupai sanggul. Lipatan kemudian diikat dengan karet gelang atau tali raffia
d. 2-3 minggu pasca-penyanggulan biasanya tanaman sudah mulai membentuk percabangan.
e. Membuka ikatan sanggul setelah 4 minggu pasca-penyanggulan.
f. Penyanggulan dilakukan pada saat musim hujan dan payung teratas dalam keadaan tua.
2. Pemenggalan batang (topping)
Jika cara penyanggulan tidak berhasil membentuk percabangan, maka perlu dilakukan pemenggalan batang dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut :
a. Memenggal batang pada ketinggian 2,8-3,0 meter, lebih kurang 5 cm diatas mahkota daun tua teratas pada bagian batang yang berwarna coklat menggunakan gunting pangkas yang tajam dan tangga berkaki tiga.
b. Setelah topping, olesi luka dengan parafin untuk meminimalisasi kebusukan pucuk pada saat musim hujan dan transpirasi pada saat musim kemarau.
c. Setelah cabang terbentuk, lakukan penunasan ringan pada cabang-cabang yang tumbuh dengan menyisakan 3 cabang yang simetris sehingga tajuk menjadi seimbang.
d. Topping sebaiknya dilakukan pada saat musim hujan untuk meminimalisasi tingkat kegagalan pertumbuhan tunas karena penguapan tanaman.
3. Penunasan (pruning)
Penunasan dilakukan dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut :
a. Membuang tunas yang tumbuh pada batang utama hingga ketinggian kurang dari 280 cm dari kaki gajah (pertautan okulasi) menggunakan pisau yang tajam.
b. Gunakan tangga berkaki tiga untuk membuang tunas yang tumbuh pada ketinggian yang tidak terjangkau oleh penunas.
c. Pembuangan tunas harus sedekat mungkin dengan batang hingga tidak ada bagian tunas yang tersisa agar bidang sadap tanaman mulus.
d. Penunasan dilakukan setiap 2-4 minggu sekali sebelum jaringan belum mengayu.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sensus pengukuran lilit batang dan ketebalan kulit pada tanaman karet telah dilakukan pada bulan Maret 2007. Blok tanaman yang disensus adalah hasil penanaman pada bulan Januari 2003 berasal dari bibit prima dan telah mendapat perlakuan bokor kecrok, menejemen percabangan, dan pemupukan yang sesuai pedoman. Data hasil sensus matang sadap disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data hasil sensus matang sadap
| |||||||||
Blok
|
Tanggal Penanaman
|
Tanggal Sensus
|
Usia Tanaman (bulan)
|
Jumlah tanaman disensus (pohon)
|
Tanaman dengan kriteria matang sadap (pohon)
|
Tanaman dengan kriteria matang sadap (%)
| |||
Tidak tercapai
|
Tercapai
|
Tidak tercapai
|
Tercapai
| ||||||
A II
|
01-Jan-03
|
28-Mar-07
|
39
|
3.846
|
1.492
|
2.354
|
38,79
|
61,21
| |
A III
|
02-Jan-03
|
28-Mar-07
|
39
|
6.067
|
2.433
|
3.634
|
40,10
|
59,90
| |
B I
|
04-Jan-03
|
29-Mar-07
|
39
|
1.416
|
548
|
868
|
38,70
|
61,30
| |
B II
|
04-Jan-03
|
29-Mar-07
|
39
|
5.371
|
2.124
|
3.247
|
39,55
|
60,45
| |
B III
|
07-Jan-03
|
29-Mar-07
|
39
|
651
|
297
|
354
|
45,62
|
54,38
| |
C I
|
07-Jan-03
|
30-Mar-07
|
39
|
334
|
65
|
269
|
19,46
|
80,54
| |
C II
|
07-Jan-03
|
30-Mar-07
|
39
|
3.867
|
1.470
|
2.397
|
38,01
|
61,99
| |
C III
|
08-Jan-03
|
31-Mar-07
|
39
|
832
|
454
|
378
|
54,57
|
45,43
| |
Jumlah
|
22.384
|
8.883
|
13.501
|
39,35
|
60,65
|
Sumber : PT. Perkebunan Nusantara VII, 2007.
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa dari 22.384 pohon
yang disensus, terdapat 13.506 pohon (60,32%) telah memiliki lilit
batang lebih dari 45 cm dengan ketebalan kulit lebih dari atau sama
dengan 7 mm. Artinya blok yang disensus telah memenuhi kriteria matang
sadap kebun.
Sedangkan, tanaman yang belum memenuhi kriteria matang
sadap sebanyak 8.883 pohon (39,35%). Tanaman ini memiliki lilit batang
kurang dari 45 cm dan ketebalan kulit belum mencapai 7 mm.
Pada Tabel 3, terlihat bahwa tercapainya kriteria matang
sadap pada tanaman yang ditanam berasal dari bibit karet prima dan
telah diberi perlakuan bokor kecrok, menejemen percabangan, dan
pemupukan sesuai pedoman membutuhkan waktu 39 bulan. Sedangkan menurut
Anwar (2001), pada umumnya tanaman karet memerlukan waktu 5 sampai
dengan 6 tahun untuk mencapai kriteria matang sadap.
Matang sadap tanaman karet yang hanya membutuhkan waktu 39 bulan di PTPN
VII Unit Usaha Padang Pelawi, Bengkulu tercapai karena dipengaruhi oleh
faktor teknis budidaya dan faktor agroklimat.
1. Faktor teknis budidaya
Bokor kecrok dan pemupukan yang optimal terbukti dapat mempercepat tercapainya kriteria matang sadap. Perlakuan bokor kecrok akan memutus akar lateral tanaman karet sehingga merangsang pertumbuhan akar-akar baru yang sangat responsif terhadap unsur hara. Dengan demikian, bokor kecrok juga berpengaruh terhadap efektivitas pemupukan. Tanah yang terangkat saat pembokoran digunakan sebagai penutup pupuk yang diletakan pada lingkar kanopi tanaman yang dibokor kecrok, sehingga penguapan pupuk dapat ditekan dengan perlakuan tersebut dan penyerapan unsur hara oleh tanaman menjadi optimal.
Bokor kecrok dan pemupukan adalah suatu kesatuan perlakuan dalam menejemen akar yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara oleh tanaman.
Pemupukan dilakukan sesegera mungkin untuk memenuhi responsivitas
akar-akar baru yang tinggi terhadap unsur hara, selain itu menjaga tanah
yang akan digunakan sebagai penutup pupuk agar tidak kembali menimbun
lubang kecrokan yang telah dibuat. Idealnya, pemupukan dilakukan 1-4
hari setelah pelaksanaan bokor kecrok.
Induksi percabangan yang bertujuan membatasi pertumbuhan
tanaman ke arah atas (meninggi) memberikan kontibusi terhadap
percepatan ketercapaian kriteria matang sadap. Hal ini terjadi karena
induksi percabangan menghambat sifat fisiologis dominasi pertumbuhan
(dominasi apikal) yang mendorong pertumbuhan tunas di pucuk tanaman
(tunas terminal), sehingga meningkatkan dominasi pertumbuhan organ-organ
lateral seperti pertumbuhan tunas yang ada di ketiak daun (tunas
lateral) dan pertumbuhan lilit batang.
Penunasan membantu tanaman dalam mengotimalkan
penggunaan hasil fotosintesis (fotosintat) untuk pertumbuhan lilit
batang. Dengan penunasan, fotosintat yang dihasilkan lebih difokuskan
penggunaannya untuk pertumbuhan dan berkembangan batang. Hal ini
terjadi karena penunasan memperkecil tingkat persaingan dominasi apikal
antar-organ lateral pada tanaman. Pembuangan tunas yang ada di ketiak
daun (tunas lateral) menyebabkan tingkat persaingan organ-organ lateral
semakin rendah, sehingga jumlah fotosintat yang diperoleh untuk
pertumbuhan lilit batang semakin besar.
2. Faktor agroklimat
Keadaan agroklimat PTPN VII Unit Usaha Padang Pelawi, Bengkulu secara umum disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kesesuaian agroklimat di PTPN VII UU. Padang Pelawi, Bengkulu
| |||||
No.
|
Keadaan
|
Agroklimat di UU. Pawi
|
Agroklimat yang Optimal
|
Kesesuaian
| |
Ya
|
Tidak
| ||||
1
|
Koordinat geografis
|
3º 45´-4º LS dan 102º 17´-102º 13´ BT
|
150º LU - 150º LS
|
√
| |
2
|
Ketinggian tempat
|
25 - 300 meter dpl
|
200 meter dpl (optimal)
|
√
| |
3
|
Curah hujan
|
2400 - 4200 mm per-tahun
|
2500 -4000 mm per-tahun
|
√
| |
4
|
Hari hujan
|
143 - 169 hari per-tahun (25 HH/bln)
|
100 - 150 hari per-tahun
|
√
| |
5
|
Suhu udara harian
|
25,9 - 32,5 ºC
|
25 - 35 ºC
|
√
| |
6
|
Intensitas matahari
|
5 -7 jam per-hari
|
5 -7 jam per-hari
|
√
| |
7
|
pH
|
5.2 – 6
|
4.5 - 6.5
|
√
| |
8
|
Kedalaman solum
|
40 - 120 cm
|
50 - 100 cm
|
√
| |
9
|
Jenis tanah
|
Podsolik merah kuning (PMK)
|
PMK dan Latosol
|
√
| |
Dari Tabel 4, diketahui bahwa agroklimat Unit Usaha Padang Pelawi,
Bengkulu memiliki kesesuaian dengan agroklimat yang dibutuhkan oleh
tanaman karet agar dapat tumbuh optimal.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa
dengan penggunaan bibit prima, perlakuan teknis budidaya berupa bokor
kecrok, pemupukan yang sesuai prosedur, dan menejemen percabangan, serta agroklimat yang optimal dapat mempercepat tercapainya kriteria matang sadap tanaman karet klon PB. 260. Dengan perlakuan tersebut, matang sadap dapat dicapai dengan waktu 39 bulan.
Penggunaan bibit prima klon PB. 260 dan penerapan teknis budidaya
tersebut di PTPN VII Unit Usaha Padang Pelawi Bengkulu yang telah
terbukti mampu mempercepat matang sadap tanaman, kiranya dapat
dipertimbangkan untuk diterapkan di wilayah lain baik itu perusahaan
besar maupun perkebunan karet rakyat untuk mendapatkan masa tanaman
karet belum menghasilkan yang lebih pendek, dengan catatan bahwa keadaan
agroklimat diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. http://www. ipard .com/art_perkebun/manajemen%20dan%20teknologi%20budidaya%20karet.pdf. Diakses 11 Maret 2011.
PT. Perkebunan Nusantara VII. 2004. Pemeliharaan Tanaman Karet. PT. Perkebunan Nusantara VII. Bagian Tanaman. Bandar Lampung.
Daslin, A., Woelan, S., dan Suhendry, I. 2009. Bahan Tanam Klon Karet Unggul. Balai Penelitian Sungai Putih. Medan.
Istianto dan Nugroho. 2009. Pemupukan Tanaman Karet. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sungai Putih. Medan.
Muda, I. 2007. Budidaya dan Pengolahan Tanaman Karet (Hevea braziliensis Muell. Arg.) di PTPN. VII Unit Usaha Way Galih [Laporan Magang]. PT. Perkebunan Nusantara VII. Bandar Lampung.
Prasetya, S. H. 1997. Teknik Usaha Mempercepat Masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Tanaman Karet. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM 3 (1) : 8-15
PT. Perkebunan Nusantara VII. 2007. Percepatan TBM Karet Klon PB. 260. PT. Perkebunan Nusantara VII, Unit Usaha Padang Pelawi. Bengkulu.
Pusat Penelitian Karet. 2009. Pemeliharaan Tanaman Karet Belum Menghasilkan (Buku Saku). Pusat Penelitian Karet. Medan.
Sagala, A. 2009. Teknis Budidaya Tanaman Karet. Balai Penelitian Sungei Putih. http://ekosetianto.wordpress.com/2009/11/07/teknisi-budidaya-tanaman-karet/. Diakses 11 Maret 2011.
Setyamidjaja, D. 1993. Seri Budidaya Karet. Kanisius. Yogyakarta
Siagian, N., Pasaribu, J., dan Sohirin A. 2001. Pemeliharaan Tanaman Karet Belum Menghasilkan. Balai Penelitian Sungai Putih. Medan.
Suhandi, A. 2009.
Upaya Mempercepat Masa Tanaman Belum Menghasilkan Tanaman Karet di PTP
Nusantara III. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Medan, 13-18 Maret 2009.
Wibawa, G., Budi, Ilahang, Akiefnawati, R., Joshi, L., Penot, E., dan Janudianto. 2008. Pembangunan Kebun Wanatani Berbasis Karet Klonal. http:// www.worldagroforestry.org/downloads/publications/.../B15905.PDF. Diakses 12
No comments:
Post a Comment